SIFAT malu
merupakan aset berharga wanita mukmin yang mampu menolongnya menjaga
kehormatan dirinya, martabat, dan statusnya. Para istri shalihah adalah
para muslimah yang memiliki sifat malu dalam akhlak, berpakaian,
tindak-tanduk, obrolan, interaksi, dan budi pekerti. Sifat malu positif
yang dimiliki seorang istri shalihah membuatnya senantiasa patuh pada
aturan berpakaian Islami, baik itu jilbab, cadar, ataupun burqa. Dia
tidak akan pernah mau mengenakan pakaian yang transparan, ketat, sama
dengan pakaian pria, dipakai untuk niatan pamer dan berlagak, lalu
memakai wewangian dan menggoda.
Bagaimana bisa seorang wanita
muslim mengabaikan aturan-aturan Allah yang ditetapkan baginya. Dia akan
menanggung dosa apabila menyepelekan aturan-aturan tersebut. Allah SWT
mengharuskannya untuk menuulurkan kain kerudung menutupi dadanya,
sebagaimana ditegaskan-Nya di surat An-Nur ayat 31.
Allah juga berfirman, “Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59).
...Bagaimana bisa seorang wanita muslim
mengabaikan aturan-aturan Allah yang ditetapkan baginya. Dia akan
menanggung dosa apabila menyepelekan aturan-aturan tersebut...
Maksud dari jilbab di ayat tadi adalah
sejenis baju kurung yang lapang, tidak ketat dan transparan, yang
menutup kepala, muka, dan dada. Selain itu, Allah juga menyatakan:
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Ahzab: 32-33)
Dengan
demikian, bagaimana bisa seorang muslimah mengklaim dirinya sebagai
wanita yang baik, sementara di waktu yang bersamaan dia mempertontonkan
pesona, kecantikan, dan keindahannya kepada setiap laki-laki untuk
menarik perhatian mereka? Dia seharusnya menyimpan kemolekannya hanya
untuk sang suami. Rasulullah menegaskan, “Sifat malu dan perasaan takut tidak dapat dipisahkan. Jika salah satunya hilang, maka yang lainnya pun akan menghilang.”
Dari
hadits tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa wanita muslimah yang
mengumbar kecantikannya adalah seorang yang tidak memiliki rasa malu.
Jika dia tidak memiliki rasa malu, maka dipastikan tidak memiliki
karakteristik Islam yang esensial. Rasul bersabda lagi, “Setiap agama
memiliki etika moral khusus, dan sifat malu merupakan etika moral yang
khusus di dalam Islam.”
...wanita muslimah yang mengumbar
kecantikannya adalah seorang yang tidak memiliki rasa malu. Jika dia
tidak memiliki rasa malu, maka dipastikan tidak memiliki karakteristik
Islam yang esensial...
Selain itu, sifat malu seorang wanita
beriman mengharuskannya untuk menundukkan pandangannya. Di dalam sebuah
hadits Qudsi, melalui lisan Nabi Muhammad, Allah menyatakan, “Pandangan
(terlarang) merupakan salah satu anak panah beracun Iblis. Seseorang
yang menghindari hal itu karena takut kepada-Ku, maka akan diberi
keimanan yaitu dia merasakan rasa manis (keindahan) di hatinya.”
Memberikan
tali kendali yang bebas kepada pandangan mata bisa mendatangkan
berbagai kerusakan. Sebagaimana pandangan terlarang adalah perangkap
yang ditebarkan setan. Oleh karena itu, Rasulullah berkata kepada Ummu
Salamah dan Maimunah ketika keduanya menatap Abdullah Ummi Maktum yang
buta, “Apakah engkau buta? Engkau tidak melihatnya?”
...setiap wanita muslim harus mengejawantahkan sifat malu positifnya...
Tak hanya itu, sifat malu yang dimiliki
seorang wanita beriman juga direfleksikan dengan caranya berbicara,
beretika, bergerak, berjalan, dan lain sebagainya. Maka setiap wanita
muslim harus mengejawantahkan sifat malu positifnya. Contoh terbaik dari
sifat malu yang dimiliki wanita beriman adalah dua orang wanita yang
bertemu Nabi Musa di mata air Madyan.
Allah berfirman mengenai hal tersebut, “Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai
di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat
(ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?”
Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami),
sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak
kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” (Al-Qashash: 23).
Rasa
malu telah menggiring keduanya untuk tidak menggabungkan ternak
keduanya dengan ternak orang lain. Keduanya juga memberi contoh bahwa
wanita tetap tinggal di rumah, kecuali jika ada urusan mendesak, seperti
keduanya yang terpaksa keluar rumah untuk memberi minum ternak, karena
ayahnya sudah ringkih. [ganna pryadha/voa-islam.com]
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2010/03/10/3737/sifat-malu-aset-berharga-wanita-beriman/#sthash.qDeZwwi2.dpuf
SIFAT malu
merupakan aset berharga wanita mukmin yang mampu menolongnya menjaga
kehormatan dirinya, martabat, dan statusnya. Para istri shalihah adalah
para muslimah yang memiliki sifat malu dalam akhlak, berpakaian,
tindak-tanduk, obrolan, interaksi, dan budi pekerti. Sifat malu positif
yang dimiliki seorang istri shalihah membuatnya senantiasa patuh pada
aturan berpakaian Islami, baik itu jilbab, cadar, ataupun burqa. Dia
tidak akan pernah mau mengenakan pakaian yang transparan, ketat, sama
dengan pakaian pria, dipakai untuk niatan pamer dan berlagak, lalu
memakai wewangian dan menggoda.
Bagaimana bisa seorang wanita
muslim mengabaikan aturan-aturan Allah yang ditetapkan baginya. Dia akan
menanggung dosa apabila menyepelekan aturan-aturan tersebut. Allah SWT
mengharuskannya untuk menuulurkan kain kerudung menutupi dadanya,
sebagaimana ditegaskan-Nya di surat An-Nur ayat 31.
Allah juga berfirman, “Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59).
...Bagaimana bisa seorang wanita muslim
mengabaikan aturan-aturan Allah yang ditetapkan baginya. Dia akan
menanggung dosa apabila menyepelekan aturan-aturan tersebut...
Maksud dari jilbab di ayat tadi adalah
sejenis baju kurung yang lapang, tidak ketat dan transparan, yang
menutup kepala, muka, dan dada. Selain itu, Allah juga menyatakan:
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Ahzab: 32-33)
Dengan
demikian, bagaimana bisa seorang muslimah mengklaim dirinya sebagai
wanita yang baik, sementara di waktu yang bersamaan dia mempertontonkan
pesona, kecantikan, dan keindahannya kepada setiap laki-laki untuk
menarik perhatian mereka? Dia seharusnya menyimpan kemolekannya hanya
untuk sang suami. Rasulullah menegaskan, “Sifat malu dan perasaan takut tidak dapat dipisahkan. Jika salah satunya hilang, maka yang lainnya pun akan menghilang.”
Dari
hadits tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa wanita muslimah yang
mengumbar kecantikannya adalah seorang yang tidak memiliki rasa malu.
Jika dia tidak memiliki rasa malu, maka dipastikan tidak memiliki
karakteristik Islam yang esensial. Rasul bersabda lagi, “Setiap agama
memiliki etika moral khusus, dan sifat malu merupakan etika moral yang
khusus di dalam Islam.”
...wanita muslimah yang mengumbar
kecantikannya adalah seorang yang tidak memiliki rasa malu. Jika dia
tidak memiliki rasa malu, maka dipastikan tidak memiliki karakteristik
Islam yang esensial...
Selain itu, sifat malu seorang wanita
beriman mengharuskannya untuk menundukkan pandangannya. Di dalam sebuah
hadits Qudsi, melalui lisan Nabi Muhammad, Allah menyatakan, “Pandangan
(terlarang) merupakan salah satu anak panah beracun Iblis. Seseorang
yang menghindari hal itu karena takut kepada-Ku, maka akan diberi
keimanan yaitu dia merasakan rasa manis (keindahan) di hatinya.”
Memberikan
tali kendali yang bebas kepada pandangan mata bisa mendatangkan
berbagai kerusakan. Sebagaimana pandangan terlarang adalah perangkap
yang ditebarkan setan. Oleh karena itu, Rasulullah berkata kepada Ummu
Salamah dan Maimunah ketika keduanya menatap Abdullah Ummi Maktum yang
buta, “Apakah engkau buta? Engkau tidak melihatnya?”
...setiap wanita muslim harus mengejawantahkan sifat malu positifnya...
Tak hanya itu, sifat malu yang dimiliki
seorang wanita beriman juga direfleksikan dengan caranya berbicara,
beretika, bergerak, berjalan, dan lain sebagainya. Maka setiap wanita
muslim harus mengejawantahkan sifat malu positifnya. Contoh terbaik dari
sifat malu yang dimiliki wanita beriman adalah dua orang wanita yang
bertemu Nabi Musa di mata air Madyan.
Allah berfirman mengenai hal tersebut, “Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai
di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat
(ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?”
Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami),
sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak
kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” (Al-Qashash: 23).
Rasa
malu telah menggiring keduanya untuk tidak menggabungkan ternak
keduanya dengan ternak orang lain. Keduanya juga memberi contoh bahwa
wanita tetap tinggal di rumah, kecuali jika ada urusan mendesak, seperti
keduanya yang terpaksa keluar rumah untuk memberi minum ternak, karena
ayahnya sudah ringkih. [ganna pryadha/voa-islam.com]
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2010/03/10/3737/sifat-malu-aset-berharga-wanita-beriman/#sthash.qDeZwwi2.dpuf
SIFAT malu
merupakan aset berharga wanita mukmin yang mampu menolongnya menjaga
kehormatan dirinya, martabat, dan statusnya. Para istri shalihah adalah
para muslimah yang memiliki sifat malu dalam akhlak, berpakaian,
tindak-tanduk, obrolan, interaksi, dan budi pekerti. Sifat malu positif
yang dimiliki seorang istri shalihah membuatnya senantiasa patuh pada
aturan berpakaian Islami, baik itu jilbab, cadar, ataupun burqa. Dia
tidak akan pernah mau mengenakan pakaian yang transparan, ketat, sama
dengan pakaian pria, dipakai untuk niatan pamer dan berlagak, lalu
memakai wewangian dan menggoda.
Bagaimana bisa seorang wanita
muslim mengabaikan aturan-aturan Allah yang ditetapkan baginya. Dia akan
menanggung dosa apabila menyepelekan aturan-aturan tersebut. Allah SWT
mengharuskannya untuk menuulurkan kain kerudung menutupi dadanya,
sebagaimana ditegaskan-Nya di surat An-Nur ayat 31.
Allah juga berfirman, “Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59).
...Bagaimana bisa seorang wanita muslim
mengabaikan aturan-aturan Allah yang ditetapkan baginya. Dia akan
menanggung dosa apabila menyepelekan aturan-aturan tersebut...
Maksud dari jilbab di ayat tadi adalah
sejenis baju kurung yang lapang, tidak ketat dan transparan, yang
menutup kepala, muka, dan dada. Selain itu, Allah juga menyatakan:
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Ahzab: 32-33)
Dengan
demikian, bagaimana bisa seorang muslimah mengklaim dirinya sebagai
wanita yang baik, sementara di waktu yang bersamaan dia mempertontonkan
pesona, kecantikan, dan keindahannya kepada setiap laki-laki untuk
menarik perhatian mereka? Dia seharusnya menyimpan kemolekannya hanya
untuk sang suami. Rasulullah menegaskan, “Sifat malu dan perasaan takut tidak dapat dipisahkan. Jika salah satunya hilang, maka yang lainnya pun akan menghilang.”
Dari
hadits tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa wanita muslimah yang
mengumbar kecantikannya adalah seorang yang tidak memiliki rasa malu.
Jika dia tidak memiliki rasa malu, maka dipastikan tidak memiliki
karakteristik Islam yang esensial. Rasul bersabda lagi, “Setiap agama
memiliki etika moral khusus, dan sifat malu merupakan etika moral yang
khusus di dalam Islam.”
...wanita muslimah yang mengumbar
kecantikannya adalah seorang yang tidak memiliki rasa malu. Jika dia
tidak memiliki rasa malu, maka dipastikan tidak memiliki karakteristik
Islam yang esensial...
Selain itu, sifat malu seorang wanita
beriman mengharuskannya untuk menundukkan pandangannya. Di dalam sebuah
hadits Qudsi, melalui lisan Nabi Muhammad, Allah menyatakan, “Pandangan
(terlarang) merupakan salah satu anak panah beracun Iblis. Seseorang
yang menghindari hal itu karena takut kepada-Ku, maka akan diberi
keimanan yaitu dia merasakan rasa manis (keindahan) di hatinya.”
Memberikan
tali kendali yang bebas kepada pandangan mata bisa mendatangkan
berbagai kerusakan. Sebagaimana pandangan terlarang adalah perangkap
yang ditebarkan setan. Oleh karena itu, Rasulullah berkata kepada Ummu
Salamah dan Maimunah ketika keduanya menatap Abdullah Ummi Maktum yang
buta, “Apakah engkau buta? Engkau tidak melihatnya?”
...setiap wanita muslim harus mengejawantahkan sifat malu positifnya...
Tak hanya itu, sifat malu yang dimiliki
seorang wanita beriman juga direfleksikan dengan caranya berbicara,
beretika, bergerak, berjalan, dan lain sebagainya. Maka setiap wanita
muslim harus mengejawantahkan sifat malu positifnya. Contoh terbaik dari
sifat malu yang dimiliki wanita beriman adalah dua orang wanita yang
bertemu Nabi Musa di mata air Madyan.
Allah berfirman mengenai hal tersebut, “Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai
di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat
(ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?”
Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami),
sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak
kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” (Al-Qashash: 23).
Rasa
malu telah menggiring keduanya untuk tidak menggabungkan ternak
keduanya dengan ternak orang lain. Keduanya juga memberi contoh bahwa
wanita tetap tinggal di rumah, kecuali jika ada urusan mendesak, seperti
keduanya yang terpaksa keluar rumah untuk memberi minum ternak, karena
ayahnya sudah ringkih. [ganna pryadha/voa-islam.com]
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2010/03/10/3737/sifat-malu-aset-berharga-wanita-beriman/#sthash.qDeZwwi2.dpuf