Sebuah kelompok atau seseorang yang tersesat dalam ilmu dan amalnya
akan ditandai dengan kesombongan akan keakuanya dan begitu mudahnya
meremehkan yang lainya. Maunya menyalahkan, menfitnah dan menggunjing
kelompok atau orang lain. Atau paling tidak akan menyimpan kebencian dan
kegembiraan tersembunyi jika ada musibah menimpa orang atau kelompok
lain. Tiada sapa, teguran beradap, prasangka baik dan upaya indah untuk
menjadikan yang lainya baik.
Sebaliknya, ahli ilmu dan amal baik yang sesungguhnya dan ahli
istiqomah yang tulus akan semakin tawdhu’ dan merendah kepada Allah dan
kepada sesama manusia. Yang telah mempunyai ilmu dengan ketulusan akan
selalu melihat orang lain yang terjerumus dengan mata kasih dan rindu
untuk bisa menolongnya. Senantiasa memohon kepada Allah agar dirinya
menjadi sebab baiknya orang lain,agar pintu hidayah segera dibukakan
untuknya. Kepada orang berilmu yang lainya akan sangat menghargai dan
mencintainya. Jika ada yang berhasil dari mereka akan berbangga dan
bersyukur. Dan disaat melihat orang lain yang berilmu belum terlihat
berhasil atau prestasinya dibawahnya dalam keberhasilan akan ia bantu
dan perjuangkan agar bisa maksimal dalam keberhasilannya.
Atau kemudahan dalam berdakwah lalu kita senantiasa takut jika ini
semua menjadi tidak bermanfaat dan tidak di terima oleh Allah? Dan
alangkah sia-sianya usaha kita jika buah ilmu kita tidak bisa kita petik
di akhirat. Alangkah mengerikanya jika gelar ustad, kiyai, orang soleh,
penghafal alquruan, ahli fiqih, ahli hadits dan lain sebagainya hanya
kita peroleh di dunia sementara di akhirat kita didustakan dan di tolak
gelar-gelar tersebut oleh Allah SWT. Pernahkah kita merenung, apakah
ilmu dan amal yang diberikan oleh Allah kepada kita telah menjadikan
kita semakin dekat dan takut kepada Allah atau justru kita bertambah
kurang ajar dan jauh dari Allah? Pernahkah kita berfikir apakah amal dan
ilmu kita telah menjadikan kita semakin mesra, indah dan saling
mencintai kepada sesama? Adakah rasa kasih dan sayang terpancar dari
ilmu kita disaat kita melihat saudara-saudara kita yang terjerumus dalam
nistanya kemaksiatan? Atau justru amal dan ilmu tersebut telah
menjadikan kita semakin sombong, memandang picik dan menghinakan mereka?
Sudahkah kita insyaf untuk menjadi hamba yang beruntung yang senantiasa
berfikir bagaimana amal dan ilmu kita bisa diterima oleh Allah ? Atau
justru gebyar keberhasilan ilmu dan amal kita hanya menjadikan kita
orang yang selalu berfikir bagaimana berilmu dan beramal saja tanpa ada
kerinduan kepada Allah? Dan pernahkah selama ini kita berfikir untuk
merenungi ini semua.
Wallahu ‘alam.