Kehidupan di alam akhirat bersifat abadi, kebahagiaan yang dirasakan penghuni surga tidak akan pernah berakhir.
DUNIA adalah tempat manusia hidup sekarang. Di alam ini manusia dilahirkan, dibesarkan, dan mengisi hidupnya dengan beragam aktivitas. Di alam ini juga akan diwafatkan. Dunia bersifat fana, tidak abadi. Pada saat yang telah ditentukan itu tiba, ia akan hancur berkeping-keping. Musnah, tidak berbekas. Inilah yang di sebut dengan hari kiamat.
Sedangkan yang disebut akhirat adalah tempat kembali manusia setelah kematian menjemputnya. Di alam ini manusia akan dihidupkan kembali untuk menerima balasan atas perbuatan selama di dunia. Bahagia atau sengsara tergantung pada perbuatannya sebelum mati. Karena itu, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Al-dunya mazra’atu-l-akhirah (dunia merupakan tempat menanam, yang hasilnya akan dipetik di akhirat kelak).”
Bagi manusia yang beriman dan beramal saleh akan ditempatkan di dalam surga yang penuh kenikmatan. Sebaliknya, manusia yang tidak percaya kepada Allah, akan menghuni neraka yang penuh dengan siksa. Bahagia dan sengsara pada saat itu merupakan pilihan manusia seutuhnya saat berada di alam dunia.
Kehidupan di alam akhirat ini bersifat abadi, kebahagiaan yang dirasakan penghuni surga tidak akan pernah berakhir. Mereka selamanya dalam rida Tuhan. Juga kesengsaraan yang dialami para pengikut iblis dan setan, ingkar kepada Allah, takkan pernah berujung.
Sang pencipta, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan tentang hakikat dunia ini melalui Jibril kepada Muhammad:
“Katakanlah, kesengsaraan dunia ini hanya sedikit, sedangkan akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu sekalian, baik yang bertakwa maupun yang tidak bertakwa, tidak akan dianiaya sedikit pun.” (QS. An-nisa: 77).
Orientasi hidup seorang muslim seyogyanya diarahkan untuk kehidupan akhirat. Sebagai implementasi konsep ini, sesibuk apa pun kegiatannya ia akan menyempatkan dirinya untuk beribadah kepada Allah. Di atas level ini, seorang muslim akan menjauhkan diri dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu yang akan memungkinkannya lupa kepada Tuhan dan melanggar larangan-larangannya.
“Dan tidaklah kehidupan di dunia ini melainkan senda gurau dan permainan, sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sempurna jika mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 64).
Hiburan dan permainan tak punya pengertian yang abadi, kecuali sebagai persiapan kita untuk bekerja dengan sungguh-sungguh di dunia ini. Tidak lain hidup ini adalah masa persiapan untuk hidup yang sesungguhnya, yakni pada Hari Akhirat. Segala kehampaan dunia ini hendaknya digunakan untuk apa yang kiranya akan memberikan manfaat, tapi jangan sampai membelokkan pikiran kita dari segala yang kita perlukan untuk kehidupan kita yang benar-benar penting.
“Sesungguhnya kamu akan mendapatkan manusia yang paling berambisi terhadap kehidupan di dunia. Bahkan yang berambisi lagi adalah orang-orang musyrik. Masing-masing mereka mendambakan agar diberi umur seribu tahun. Padahal umur panjang itu tidak akan dapat menjauhkan dari azab. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 96).
Seperti Minuman Anggur
Dunia mempunyai daya pikat yang luar biasa besarnya. Keindahan dan kemegahan isi dunia seperti minuman anggur yang memabukkan. Siapa saja yang meminumnya akan terbuai dan akhirnya lupa akan nasibnya di kehidupan yang abadi.
Manusia yang selalu tenggelam dalam kesenangan duniawi akan merasa hidup ini hanya sekejap waktu. Karena kondisinya umpama orang mabuk, tiada dirasakannya usia telah menjelang senja. Akibatnya, ia pun merasa kecewa, belum merasa puas terhadap apa yang telah dinikmatinya. Kehidupannya masih menggebu, sementara kondisi fisik sudah tidak kuat lagi. Pada saat inilah mereka tertimpa putus asa dan gelisah hati. Hatinya belum rela dan belum siap meninggalkan segala kenikmatan dan kemegahan yang dialaminya saat masa muda dulu.
Mereka pun berharap usianya terus bertambah. Bukan untuk tujuan bertobat, melainkan agar tetap bisa mencicipi hasil jerih payahnya di tempat-tempat hiburan yang terlarang.
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang, itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (Surga).” (QS. Ali Imran: 14).
Setiap manusia akan merasa senang jika di sampingnya ada perempuan yang disayanginya, anak-anak, dan kekayaan hasil usahanya. Perasaan semacam ini kemudian melahirkan rasa memiliki. Jika mereka meninggalkannya, sedih perasaan hatinya. Padahal istri, anak, dan harta merupakan titipan (amanat), kita harus menjaga dan memperlakukan mereka sesuai dengan ajarannya.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Dunia berjalan ke belakang, dan akhirat berjalan ke depan. Keduanya memiliki pengikut. Jadilah pengikut akhirat dan jangan menjadi pengikut dunia. Sebab, hari ini adalah amal dan bukan hisab, sedangkan besok adalah hisab dan tidak ada amal.”
Manusia jangan terpancing, terlena, dan tertipu oleh dunia, sehingga melupakan kehidupan akhirat. Banyak di antara manusia yang percaya kepada akhirat, tetapi amat sedikit yang beramal dengan amalan akhirat. Di antara amal akhirat ini adalah shalat, puasa, haji, zakat, infak, sedekah, menjadi orang tua angkat, menjadi orang tua asuh, dan menberikan bea-siswa.
Jika kebutuhan terhadap dunia terus kita turuti, maka tidak akan pernah selesai. Manusia yang rakus tidak akan pernah merasa cukup terhadap apa yang sudah dimilikinya. Tanda kerakusannya itu adalah dengan menumpuk harta sebanyak-banyaknya, tetapi enggan mengeluarkan zakat dan sedekah kepada sesama. Padahal satu hal yang pasti bahwa semua harta itu akan ditinggalkannya. Saat menjadi mayat, tubuhnya hanya dibalut kain kafan putih. Selanjutnya yang akan menemani kita di alam kubur dan alam akhirat adalah amal kita.
Selagi Tuhan masih memberikan kesempatan kepada kita untuk hidup, gunakanlah untuk melakukan kebaikan sebagai persiapan kita menghadapnya. Bukankah kehidupan akhirat itu lebih baik dibandingkan dengan kehidupan dunia?
(Dari buku Rindu Kematian, Cara Meraih Kematian yang Indah, penulis Ustadz Muhammad Arifin Ilham)